Banda Aceh – Gubernur Aceh terpilih, dr H Zaini Abdullah menyatakan pihaknya tidak akan meminta pers memihak pemerintah atau Partai Aceh yang mengendalikan pemerintahan, melainkan bagaimana pers dapat bersikap adil dan jujur dalam pemberitaan. Siapa pun tidak menginginkan pers yang tidak adil, pers yang memihak, bahkan pers yang terang-terangan membela hal-hal belum pasti kebenarannya.
“Kita butuh pers yang bijak, pers yang bukan hanya menyajikan fakta sumir, tetapi juga dapat melakukan investigasi, check and recheck terhadap sebuah kasus, baik kasus sosial, kasus ktriminal, lebih-lebih kasus politik,” ujar H Zaini Abdullah dalam diskusi peringatan Hari Kebebasan Internasional “Masa Depan Kebebasan Pers di Aceh di Bawah Pemerintahan Baru” yang digelar Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Banda Aceh di Aceh Community Center (ACC) Gedung Selim II, Banda Aceh, Kamis (3/5).
Dalam diskusi tersebut, selain Zaini Abdullah, turut hadir sebagai pemateri Pemimpin Umum Harian Serambi Indonesia H Sjamsul Kahar, Wakil Ketua Komisi III DPR-RI Nasir Djamil, dan
mantan Ketua AJI Banda Aceh Nurdin Hasan.
Menyambut Hari Kebebasan Pers Internasional, Zaini berharap pers yang terbit dan beredar di Aceh dapat menjalankan kekebasan dengan semangat yang lebih elegan dan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi.
“Pemerintah Aceh ke depan adalah pemerintah yang menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut, dan menempatkan pers sebagai mitra dalam membangun Aceh sesuai dengan butir butir MoU Hesinki yang telah diimplementasikan dalam UUPA,” kata mantan Menteri Luar Negeri GAM ini.
Terkait kekhawatiran bahwa kebebasan pers akan berada dalam ancaman di bawah pemerintahan baru yang dipimpin mantan GAM, menurut Zaini itu kekhawatiran yang berlebihan. Pekerja pers tidak perlu ragu dengan pemerintahan baru yang mayoritas dimenangkan oleh GAM. Menurutnya, GAM sekarang berbeda dengan dulu. GAM dulu pegang senjata, GAM sekarang yang sudah menjadi KPA dan PA bervisi perdamaian.
“Kritiklah sehingga terjadi perbaikan-perbaikan,” tegas Zaini yang berjanji akan menjaga
kebebasan pers di Aceh selama kepemimpinannya.
Ancaman dari Massa
Wakil Ketua Komisi III DPR-RI Nasir Djamil menyatakan, ancaman paling utama terhadap kebebasan pers belakangan ini adalah ancaman dari massa. Menurutnya, massa tidak memiliki hirarki kepemipinan yang bisa dimintai pertanggungjawaban.
“Kalau pemerintah, TNI/Polri, dia punya pimpinan sehingga kita bisa meminta pertanggung-jawaban, tapi kalau yang melakukan massa…?” ujar anggota dewan dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) asal Aceh ini.
Nasir juga mempertanyakan istilah kebebasan pers. Menurutnya, jika merujuk undang-undang terkait pers, tidak ada kebebasan pers, melainkan kemerdekaan pers. Meski undang-undang itu memberi kebebasan kepada pers, katanya, dalam menjalankan tugasnya pers perlu mengedepankan prinsip netralitas.
“Nah inilah yang harus dijalankan, bagaimana menjalankannya dalam etika moral dan hukum. Ini juga bukan pekerjaan mudah, karena media sudah masuk dunia industri (bisnis) sekarang ini,” jelasnya.
Jangan Arogan
Sementara Pemimpin Umum Harian Serambi Indonesia H Sjamsul Kahar menyatakan, ada dua hambatan dalam menjalankan kebebasan pers, yaitu eksternal dan internal. Hambatan eksternal, kata Sjamsul, terkait dengan prinsip kebenaran. Selama ini, katanya, media sulit menerjemahkan mana berita yang benar.
“Sering benar oleh satu pihak, tidak benar menurut pihak lain. Namun, kita selalu berusaha mencapai pers yang betul-betul berpihak pada kebenaran yang hakiki,” katanya.
Hambatan eksternal lainnya, jelas Sjamsul, terkait kepastian hukum yang belum optimal. Banyak pihak yang dirugikan oleh pers tidak menggunakan mekanisme hukum yang ada. “Jika tak puas terhadap suatu pemberitaan, maka secepat-cepatnya memberi tanggapan (hak jawab),” jelas wartawan senior ini sembari berharap agar pihak-pihak yang dirugikan oleh pers tidak bertindak arogan dan main hakim sendiri.
Terkait hambatan internal, kata Sjamsul, ketidakpahaman para wartawan terhadap kebenaran, tidak akurat dalam menulis serta sembrono. Padahal, lanjutnya,
keterampilan jurnalis itu salah satu akar bagi terjaminnya kebebasan pers. Untuk itu, Sjamsul berharap wartawan terus meningkatkan kapasitas dan tidak arogan dengan posisi yang dimiliki. []